RSS
"Learn from the past, live ardently for today, and keep having work for future". Fighting!! ^^

'Kau' itu Sebuah Mimpi

Setelah kejadian"Pesan yang Kau Kirim Lewat Teman Mu" Kau tak lagi berkirim pesan.
Kau nyata sekarang. Ya.. tepat di hadapan ku
Mengapa kembali datang?
Justru di saat aku mantap dengan pilihan ku.
Kini aku kembali goyah!
Aku sadar...
Cinta yang ku punya hanya sebuah kesadaran cinta yang didasari ego semata.
Tapi mengapa kesadaran itu juga tak mampu memantapkan hati?
haha..
lucu sekali!


Ku beri tahu satu rahasia
'Kau' nyata?
Tidak.....
'Kau' itu sebuah mimpi
Bahkan  ketika terjaga pun, 'Kau' masih sebuah mimpi! ^_~

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Setetes Embun Cinta Niyala

Novel mini kedua dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra.

Setetes Embun Cinta Niyala.


Siapakah yang mampu hidup tanpa cinta? Perempuan manakah yang bisa membangun singgasana rumah tangganya tanpa cinta? Ia bertanya pada dirinya sendiri dengan hati pilu. Tak ada! Jawabnya sendiri. Oh, haruskah aku gadaikan hidupku ini? Pasrah tercampak tanpa mimpi mulia seperti pelacur hina yang kalah oleh nafsunya.  Kalau saja surat itu bukan dari ayah. Kalau saja calon yang disebut itu bukan Roger orangnnya. Dadanya sesak, namun ia tetap menekuri kata demi kata surat itu,
…………  “ Ketahuilah Anakku, sampai saat ini pinjaman itu belum mampu ayah lunasi. Total hutang ayah delapan puluh juta.Pak Cosmas masih berbuat baik tidak meminta bunga sama sekali……..
Ketika Pak Cosmoa melamar dirimu pada ayah, beliau bilang jika nanti kau benar-benar jadi isteri Roger, anak bungsunya, maka seluruh hutang itu dianggap lunas. Bahkan ayah dijanjikan akan dihajikan tahun depan bersam beliau. Anakku, perkataan Pak Cosmas itu adalah gerbang kemerdekaan bagi ayah. Maka dengan penuh harap, ayah minta keikhlasan mu memerdekakan ayah mu yang tak berguna ini. Pada hari wisuda mu, insyaallah ayah akan datang bersama kakak mu. Dan pada saat itu pula ayah akan mendengar jawabanmu secara langsung. 

Namun memenuhi isi surat itu dan menerima menjadi isteri Roger tak ada bedanya dengan hidup terhina dan sengsara selamanya. Ia masih ingat, waktu kecil dulu, saat masih duduk dikelas empat SD, bagaimana Roger yang pada saat itu sudah kelas enam SD nyaris menggagahinya dikebun sekolah. Ia nyaris kehilangan kesuciannya. Untung ada penjaga sekolah yang menolong dan menyelamatkannya. Sejak menerima surat dari ayahnya itu, Niyala tidak memiliki semangat hidup. Niyala termenung dikamarnya. Sejak kedatangan surat itu. Ia jarang keluar kamar. Ia merasakan ada tangan lembut mengusap air matanya yang meleleh dipipi. “Ada apa anakku? Kenapa kau menangis? Umi lihat sudah empat hari ini kau tampak sedih dan memendam masalah. Ada yang bisa Umi bantu anakku?”. Suara lembut itu menyadarkan dirinya. Ia tergagap. Ia mencoba tersenyum meskipun bibirnya terasa kaku.  Baginya Umi tak ada bedanya dengan ibu kandungnya. Umi adalah teman ibu kandungnya saat belajar Diniyah Puteri Padang Panjang.  Kata Umi, saat ibu kandungnya sakit keras, diam-diam ibunya nulis surat wasiat kepada Umi. Isinya minta tolong agar jika dirinya meninggal Umi mau mengasuh dan menganggapnya seperti anaknya sendiri. Ia masih ingat saat diterima di Fakultas kedokteran. Umi tidak memiliki uang sepeser pun. Sawah peninggalan mendiang suaminya telah dijual untuk membiayai kuliah Faiq di Mesir. Akhirnya Umi terpaksa meminjam uang ke bank. Sebagian uang pinjaman dari bank digunakan untuk membayar uang kuliahnya selama setahun. Tiga hari lagi wisuda. Dua hari lagi ayahnya akan datang. Ia menghitung sisa hari seperti seorang tahanan yang telah divonis hukuman mati menghitung sis-sisa hidupnya. “Niyala anakku, mau ikut Umi tidak? Kakak mu Faiq pulang”. Mata Niyala berbinar. Sudah tiga tahun ia tidak melihat kakaknya. Terakhir ia melihat saat pulang usai menyelesaikan S1 di Al-Azhar.” Kalian berdua adalah kakak beradik yang harus saling menghargai sejarah masing-masing. Kakakmu harus pulang, menyaksikan adiknya mengenakan toga dan mengawali hidup sebagai seorang dokter. “ Jelas Umi. Kepulangan Faiq memang membuat Umi sangat berbahagia. Anak lelakinya itu benar-benar gagah dan tampan seperti almarhum ayahnya. Senyumnya memikat. Bacaan Alqurannya saat mengimamai sholat maghrib sangat indah dan enak didengar. Usai makan mereka bertiga menuju keruang tamu.”Oh ya lupa, ini Faiq belikan jilbab sutera asli dari Turki.Yang hijau muda untuk Niyala. Dan yang hijau tua untuk Umi”. “Wah, jazakallah kak. Indah sekali.” Nilyala langsung memakai jilbab itu menututpi jilbab putihnya. “Gimana kak? Bagus nggak?”. “Dasar orangnya sudah cantik ditambah dengan jilbab Turki itu, wow luar biasa, dikau tampak seumpama bidadari tururn dari surga Niyala. Wajah Niyala merona mendengar pujiaan kakak angkatnya itu. “Duhai, siapakah gerangan pangeran yang akan menikmati kesejukan cahaya mu.”Duhai alangkah bahaginya dia!”. Sambung Faiq dengan senyum mengembang. Selain itu Faiq membelikan gaun pengantin khas Turki yang sangat indah untuk Niyala. Tiba-tiba telepon berdering. “Masyaallah mi. Ini Pak Rusli, ayahnya Niyala dan Herman kakaknya mau datang. Nanti subuh mereka insayaallah akan sampai di Pulo gadung. “Baguslah kalau begitu. “Malam ini Niyala biar tidur sama Umi. Kau tidur saja di kamar Niyala.” Seloroh Umi sambil melangkah ke kamarnya. Jam dinding menunjukkan pukul setengah satu malam. Air mata Niyala terus mengalir membasahi kedua pipinya. Ia tak bisa memejamkan matanya sedikit pun. Ia tidak tega kalau sampai ayahnya diperkarakan oleh Haji Cosmas dan dipenjarakan. Ia ingin menjadi anak yang berbakti pada orang tua. Jam beker di kamarnya berdering keras. Lalu mati. Ia mendengar suara derit pintu. Lalu kecipak air. Ia menatap jam dinding. Pukul tiga. Tak lama kemudian ia mendengar suara alunan surat Fatihah dan lantunan ayat-ayat suci Alquran. Suara itu begitu jernih. Fasih. Tartil. Indah. Ah, kak Faiq dalam keadaan lelah dari perjalanan jauh masih juga bangun tengah malam. Alangkah bahagianya dia yang menjadi isterimu. Tiap malam bisa shalat tahajjud bersama. Menangis bersama dihadapan Allah. Lalu anakmu sesekali diajak ikut serta. Rumahmu penuh cahaya Qurani. Alangkah indahnya. Air mata Niyala tiada henti mengalir. Suara Faiq yang merdu dan tartil, menarik Niyala untuk bangkit. Ia berdiri dan melangkah keluar  kamar untuk mengambil wudhu. Lantas mengambil sajadah dan menggelarnya didepan pintu kamarnya yang sedikit terbuka. Faiq masih berdiri dalam shalatnya. Ia larut dalam tadabbur ayat-ayat yang ia baca. Ia sama sekali tidak tahu bahwa diluar kamar Niyala ikut makmum dan menyimak bacaannya dengan penuh khusyuk. Ia tetap berdiri dan langsung melanjutkan dengan membaca surat Al Furqan. Ayat-demi ayat ia baca. Sesekali terdengar isak tangisnya. Niyala yang makmum dibelakangnya ikut menangis. Sampailah ia pada ayat enam puluh lima dan enam puluh enam (Artinya:” Dan orang-orang yang berkata ‘Ya tuhan kami jauhkan azab jahanam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.”). Ketika sampai pada ayat tujuh puluh empat: (Atrinya: ”Dan orang-orang yang berkata ‘Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dari keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.”). Faiq membacanya dengan penuh penghayatan. Niyala yang tahu persis makna ayat yang dibaca Faiq tak ayal terisk-isak sampai nafasnya tersenggal-senggal. Faiq meneruskan bacaannya. Setelah salam ia duduk istirahat. Hatinya tiada henti bertasbih. Ia menghentikan tasbihnya kala daun telinganya mendengar isak tangis di luar kamar. Ia terhenyak melihat Niyala duduk di atas sajadah dengan menutup kedua tangan pada mukanya. Ia terhenyak sesaat, hatinya tersentuh dengan apa yang dilihatnya. Adiknya juga bangun malam dan shalat dibelakangnya. Ia kembali ke tempatnya semula. Selesai bermunajat ia berkata pada adiknya dengan suara halus. “Dik Niya! Masih mau makmum?”. “insyaallah kak”. “Sekarang witir. Dua rakaat lalu satu rakaat!”. Setelah berdoa sesaat. Faiq kembali merebahkan badannya. Sementara Niyala terus menangis diatas sajadahnya. Usai shalat subuh Umi memanggil Faiq dan Niyala untuk berkumpul di ruang tamu. Umi membuka pembicaraan. “Begini. Kau sudah Umi anggap seperti anakku sendiri. Dan kau sudah bisa mengerti apa yang Umi rasa. Aku ingin kau menemani Umi di rumah ini sampai akhir hayat Umi. Kau nanti buka praktek di rumah ini. Kaulah yang Umi harap merawat hari tua Umi. Apakah kau mau Niyala?”. Niyala terhenyak, “insyaallah. Jika Allah menghendaki dan jika kak Faiq mengijinkan.”Aduh Umi. Sudahlah, pokoknya apa yang paling baik menurut Umi, ananda akan patuhi dan ananda penuhi. Niyala bukan orang lain lagi”. Usai sarapan Faiq dan Niyala meluncur dengan naik taksi ke Pulo Gadung. Selama dalam perjalanan ke Pulo Gadung Niyala tidak bisa menahan tangisnya.Sebelum sampai di Pulo Gudaung Niyala mengajak Faiq turun. Faiq pun menurut dengan perasaan bingung. “Niyala, kakak merasa kau sedang menyimpan masalah yang kau tidak kuat menanggungnya. Kau telah menyembunyikan sesuatu dari kakak. Kau menangis sedih tapi kau tidak mau mengakuinya”. Kata-kata Faiq mulai masuk kedalam hati Niyala. Niyala lalu menceritakan perihal surat dari ayahya secara terperinci. Juga tentang Haji Cosmas dan anak makan malam. Dia minta Niyala dan Faiq turut serta. “Apakah masalahnya menyangkut Niyala?”. “Benar Umi. Saya tahu Umi sangat menyayangi dan mencintai Niyala layaknya anak kandung sendiri. Namun dengan berat hati kalau Umi memperbolehkan kami ingin mengajak Niyala pulang ke Sidempuan selepas wisuda”. Mendengar permintaan pak Rusli yang to the point hati Umi bergetar. “Saya tidak bisa menahan atau meminta Niyala untuk harus tinggal disini. Maka yang paling bijaksana menurutku adalah menyerahkan keputusan sepenuhnya pada Niyala. Niyala diam seribu bahasa. Ia berharap Faiq akan bicara menggantikan dirinya dan membereskan semuanya. Mata Niyala berkaca-kaca. Keringat dinginnya keluar. Kaki kanannyadengan halus menyepak kaki kiri Faiq. Namun Faiq tetap diam tak bergeming da tak bersuara. Ia menurunkan tangan kanannya dan mencubit paha Faiq dengan sekeras-kerasnya. Faiq berdehem. Niyala melepaskan cubitannya. “Begini, ananda berbicara atas nama kemaslahatan dua keluarga. Masalah ini sesungguhnya pernah diutarakan Niyala pada ananda. Namun perlu Pak Rusli, Mas Herman dan Umi ketahui bahwa Niyala telah mencintai seseorang. Dan orang yang ia cintai mungkin juga akan sangat sengsara dan bahkan bisa mati jika tidak memperisteri Niyala. Menurut ananda tindakan yang paling bijak yang diambil oleh Umi dan Pak Rusli adalah menyegerakan pernikahan Adik Niyala dengan orang yang sangat dicintainya. “Anakku Niyala benarkah apa yang dikatakan kakakmu Faiq, siapa dia anakku?”. Niyala tidak menjawab. Ia kembali mencubit paha Faiq. “Apakah Umi bersedia berjanji tidak akan marah?”. “Baiklah Umi berjanji tidak akan marah”. “Nama lengkap lelaki yang dicintai Niyala sejak SMP sampai sekarang adalah Muhammad Faiq bin Saiful Anam”. Semua mata tertuju pada Faiq, termasuk mata Niyala. Niyala sendiri tak habis pikir, kakaknya sampai nekad bersandiwara seperti itu. “Benar Umi. Kami saling mencintai. Aku sangat mencintai dan menyayangi Niyala demikian pula sebaliknya”. Niyala sendiri tidak tahu akhir dari skenario yang dirancang kakaknya itu. “Umi, ananda mohon terimalah kenyataan ini”. ”Apa kalian sudah punya rencana?”. Tanya Umi. Niyala tidak menjawab apa-apa. Sebab ia tidak tahu skenario ini sama sekali. Ia hanya yakin kakaknya sedang berusaha menyelamatkannya.”Alhamdulillah Umi, kami sudah membuat rencana yang matang sekali. Kami akan melangsungkan akad nikah secepatnya”. Hati Niyala tiba-tiba berdesir medengar akad nikah secepatnya. Apakah kakaknya sudah gila? Ia melirik Faiq. Faiq mengerdipkan mata sambil tersenyum. Niyala tidak mengerti. “Dik Niyala, kau sudah mantap kan dengan rencana pernikahan kita. Sudah mantap lahir batin kan dik?”. Hati Niyala bergetar hebat mendengar pertanyaan itu. Ia menatap wajah Faiq dalam-dalam. Ia ingin mencari kepastiaan ini main-main apa sungguhan. Mata Niyala berkaca-kaca, “Apakah ini sungguhan ataukah Cuma sandiwara? Ataukah hanya mimp?”. Tanyanya dengan terisak. “Adikku Niyala, dengarkan baik-baik ya! Kakak bersumpah demi Allah, kakak sungguh –sungguh hendak menikahi mu secepatnya. Kakak tidak mungkin bisa hidup tanpa dirimu disisi kakak. Kakak sangat mencintamu. Kakak ingin kau menjadi isteri kakak, menjadi pendamping kakak mengarungi hidup ini, berlayar menuju ridho ilahi. Apakah kau ragu untuk melangkah kepernikahan, mengarungi hidup ini dengan kakak adikku?” kali ini Faiq menjawab dengan segenap perasaannya. “Adik ikut kakak. Adik sepenuhnya percaya pada kakak”. Pelan Niyala sambil menunduk. Jadi dalam rencana mu kapan akadnya akan dilangsungkan, Anakku?”. Tanya Umi. “Ananda berharap tidak ada yang kaget. Akad nikah kami, akan kami laksanakan malam ini juga!”. “Ini bukan lelucon Anakku!”. Seru Umi. “Ananda serius Umi. Ananda sudah mengontak KUA dan membereskan admistrasinya. Semua sudah ananda persiapkan di Aula Islamic Center, Umi. Setengah jam lagi acaranya akan segera dimulai.” Gaun pengantin khas Turki yang kakak berikan tadi pagi pakailah”. Seru Faiq. Malam itu, akad nikah antara Niyala binti Rusli Hasibuan dengan Muhammad faiq bin Saiful Anam berlangsung dengan penuh khidmat. Faiq memberikan mahar sebuah mushaf cantik yang ia beli di Cairo, uang tunai senilai 85 juta rupiah dan hafalan surat Ar Rahman. Saat Faiq membaca surat Ar Rahman dengan nada penuh penghayatan, keindahan suaranya mampu membuat semua yang hadir menitikkan air mata. Seorang anak TPA berjilbab merah jambu dan berpakaian merah jambu membacakan sebuah puisi berjudul ‘Bidadariku’. Pesan puisi itu tersampaikan dengan dahsyat :
Buah cintaku
Dengan bidadariku
Adalah lahirnya sejuta generasi teladan
Yang menggendong tempayan-tempayan kemanfaatan
Bagi manusia dan kemanusiaan
Pada setiap tempat, pada setiap zaman

Mereka lahir demi kesejatian sebuah pengabdian
Dalam abad-abad yang susah,
Abad-abad tidak mengenal tuhan
Abad-abad hilang naluri kemanusiaan
Abad-abad berkuasa rezim-rezim kemungkaran
Dan mereka tetap kekar dan setia
Membela kebenaran dan keadilan……………….

Catatan kecil

Aku terbangun gara-gara sakit gigi yang mendera ketika kulihat jam di handphone ku menunjukkan pukul 01.45. batinku bergejolak ingin melanjutkan bacaanku yang belum sempat aku selesaikan gara-gara tertidur pulas. Secepat kilat kuambil novel milik kang Abik yang tertindih oleh badan ku sendiri. Aku terhanyut dan terbawa isi novel sampai-sampai sakit gigi yang menderaku tak lagi kurasakan. Novel mini kedua tentang setetes embun cinta Niyala ini, dengan khidmat ku baca halaman per halaman. Tak ayal rasanya hatiku campur aduk. Sedikit-sedikit kurasakan gerimis di sudut mataku. aku terhenyak. Aku rindu pada cinta suci karena ilahi. Seketika kuselesaikan bacaanku. Aku rindu sholat malam yang mungkin sudah berbulan-bulan tak lagi kukerjakan. Aku rindu!. Ketika melakukan shalat malam aku merasa damai, tak pernah kurasakan shalat malam setentram ini. Seketika air mataku bercucuran, yang aku sendiri pun bingung, mengapa sampai begini? Aku tak pernah seperti ini sebelumnya. Terima kasih kang Abik, berkat novel psikologi islami pembangun jiwa milik mu ini aku ingin melakukan reparasi diri. Terimakasih kang Abik….!

 



 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Pudarnya Pesona Cleopatra

Pudarnya Pesona Cleopatra merupakan novel psikologi islam pembangun jiwa, karangan penulis novel BEST SELLER 'AYAT-AYAT CINTA alias Habiburrahman El Shirazy alias Kang Abik ^^
novel kang Abik yang satu ini sudah saya incer sejak zaman Siti Nurbaya masih polos sampai ke zaman boy dan girl band pada jingkrak-jingkrak(huehuehue), dan alhamdulillah tanggal 4 Maret 2012 kemaren akhirnya ke beli juga tuh novel di cetakannya yang ke XXI, mei 2011 (parah T.T).
Satu hal yang saya yakini, kami (saya dan novel) berjodoh! ya.. kami berjodoh! :) <--- (peralihan remaja alay menuju orang dewasa labil) hahahahah...

Dengan izin Allah dan izin Kang Abik (insyaAllah :D) saya hendak membuat resensi novel yang juga insyaAllah membawa manfaat bagi kita semua (hahaii... Alay nya kambuh :D)

beli pisang rasanya manis
kepala benjol gara-gara kejedot
hei kalian para bujang gadis
yuk mari cekidoott! :D



Judul    : Pudarnya Pesona Cleopatra
Penulis : Habiburrahman El Shirazy
Cetakan : XXI, Mei 2011
Penerbit : Republika
Halaman : x+ 110 halaman 20,5 x 13,5 cm
Harga : Rp. 25.000,00








Ringkasan Cerita
Dengan panjang lebar ibu menjelaskan,sebenarnya sejak ada di dalam kandungan aku telah dijodohkan dengan Raihana  yang tak pernah ku kenal itu. "Ibunya Raihana adalah teman karib ibu waktu nyantri di Mangkuyuban solo dulu," kata ibu."Kami pernah berjanji, jika dikaruniai anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh tali persaudaraan. Karena itu anak ku, ibu mohon keikhlasan mu. "Mbak Raihana itu baik kok kak. Dia ramah, halus budi, sarjana, pendidikan, penyabar baerjilbab dan hafal Alquran lagi. Pokoknya cocok deh buat kakak", komentar adikku, si Aida tentang calon isteriku. Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku menuruti keinginan ibu. aku tak mau mengecewakan ibu. Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Yang jelas, aku sudah punya kriteria dan impian tersendiri untuk calon isteriku. Namun aku tidak bisa berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai itu. Saat khitbah sekilas kutatap wajah Raihana, dan benar kata si Aida, ia memang baby face dan lumayan anggun. Namun garis-garis kecantikan yang kuimpikan tak ku temukan sama sekali. Adikku, ibuku, sanak keluargaku semuanya mengakui Raihana cantik. Tapi seleraku lain . Entah mengapa. Apakah mungkin karena aku telah begitu hanyut dengan citra gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra yang tinggi semampai? yang berwajah putih jelita dengan hidung melengkung indah, mata bulat bening khas arab, dan bibir merah halus menawan. Aku heran, kenapa aku jadi begini?. Dihari-hari menjelang akad nikah, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku pada calon isteriku, tetapi usahaku selalu saja sia-sia. Aku meratapi nasibku dalam derita yang tertahan. ingin aku memberontak pada ibu. Tapi teduh wajahnya selalumembuatku luluh. Hari pernikahan itu datng. aku datang seumpama tawanan yang digiring ke tiang gantungan. Lalu duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa, tanpa cinta. Kulihat Raihana tersenyum manis, tapi hatiku teriris-iris dan jiwaku meronta-ronta. Layaknya pengantin baru, tujuh hari pertama kupaksahatiku untuk memuliakan Raihana sebisanya. Kupaksa untuk mesra, bukan karena cinta. Sungguh bukan karena aku mencintainya. Tepat dua bulan setelah pernikahan, kubawa Raihana ke rumah kontrakan di pinggir kota Malang. Oh, betapa susah hidup berkeluarga tanpa cinta. Makan, minum, tidur dan sholat bersama makhluk yang bernama Raihana, isteriku. Memasuki bulan keempat, rasa muak hidup bersama Raihana mulai kurasakan. Sikapku pada Raihana mulai terasa lain. Aku lebih banyak diam, acuh tak acuh, agak sinis dan tidur pun lebih banyak di rung kerja atau di ruang tamu. Aku merasa hidupku sia-sia. Belajarku lima tahun diluar negeri sia-sia. Pernikahan ku sia-sia. Bacaan Alquran Raihana tak menyentuh hati dan perasaan.Kelihatannya tidak hanya aku yang tersisksa dengan keadaan tidak sehat ini. Raihana mugkin merasakan hal yang sama. Ia mencari-cari kejelasan apa yang sebenarnya terjadi pad diriku. Tetapi selalu saja kujawab, "Tidak ada apa-apa kok mbak, mungkin aku belum dewasa! Aku mungkin msih harus belajar berumah tangga, Mbak!". "Kenapa Mas memanggilku "Mbak"? aku kan isteri mas. Apakah Mas tidak mencintaiku?" Tanyanya dengan  gurat sedih tampak diwajahnya. "Wallahu a'lam!" jawabku sekenanya. Dan dengan mata berkaca-kaca Raihana diam, menunduk, tak lama kemudian dia menangis terisak-isak sambil memeluk kedua kakiku ."Kalau mas tidak mencintaiku, tidak menerimaku sebagai isteri kenapa mas ucapkan akad nikah itu? kalau dalam tingkahku dalam melayani mas ada yang kurang kenapa mas tidak bilang dan menegurnya. Raihana mengiba penuh pasrah. Namun, oh sungguh celaka! Aku tak merasakan apa-apa. Hari terus berjalan dan komunikasi kami tidak berjalan. Kami hidup seperti orang asingyang tidak saling kenal. Sampai suatu sore aku pulang dari mengajar dan kehujanan dijalan. Sampai di rumah habis maghrib. Bibirku biru mukaku pucat. Perutku belum kemasukan apa-apa kecuali segelas kopi buatan Raihana tadi pagi. "Mas tidak apa-apa kan?" tanya nya cemas sambil melepas jaket ku yang basah kuyub. "Mas mandi pakai air hangat saja ya. aku sedang menggodog air. Lanjutnya. Diluar hujan sedang lebat-lebatnya. Aku merasa perutku mulas sekali. Dan kepalaku agak pening. Aku yakin masuk angin. "Mas air hangatnya sudah siap" kata Raihana. Aku langsung masuk kamar mandi dan membersihkn badan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Aku lupa tidak bawa handuk. Selesai mandi Raihana telah berdiri di depan pintu kamar mandi dan memberikan handuk. Aku merasa rasa mulas dan mual dalam perutku tudak bisa kutahn. Dengan cepat aku lari ke kamar mandi. Dan aku muntah disana. Raihana mengejar dan memijit-mijit pundakku seperti yang dilakukan ibuku. "Mas masuk angin. Biasanya kalau masuk angin diobati pakai apa Mas. Balsem, minyak kayu putih atau pakai jamu?". tanya Raihana sambil menuntunku ke kamar. "Biasanya dikerokin". Lirihku. Aku seperti anak kecil yang dimanja ibunya. Raihana dengan sabar mengerokin punggungku dengan sentuhan yang halus. Kenyamanan mulai menjalar ke seluruh tubuhku. Raihana duduk di kursi tak jauh dariku. Ia khusyuk mengulang hafalan Alqurannya. Setelah peristiwa itu , aku mencoba bersikap lebih bersahabat pada Raihana. Aku berpura-pura kembali mesra padanya. Ya, jujur kukatakan aku hanya  berura-pura! sebab bukan atas dasar cinta dan kehendakku sendiri aku melakukannya. Allah maha kuasa. kepura-puraanku memuliakan Raihana sebagai isteri membuahkan hasil. Raihana hamil. Ia semakin manis. Sanak keluarga semuanya bergembira. Namun hatiku.. oh, hatiku menangis meratapi cintaku yang tak jua kunjung  tiba. Dan akhirnya datnglah hari itu. saat usia kehamilan Raihana memasuki bulan keenam., Raihana minta ijin untuk tinggal bersama kedua orang tuanyadengan alasan kesehatan. KUkabulkan permintaannya dan kuantarkan dia kesana. Ketika aku pamitan Raihana berpesan, "Mas, untuk menambah biaya persiapan kelahiran anak kita, tolong cairkan tabungan ku! ATM-nya ada di bawah kasur. Nomor pinnya adalah tanggal dan bulan pernikahan kita.!" Waktu terus berjalan dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saat aku pulang kehujanan. Aku merasa tubuhku benar-benar lemas. Saat itu terlintas di hati, andaikan ada Raihana. Lintasan Raihana hilang seiring keberangkatan mengajar di kampus. Apalagi aku mendapat tugas dari universitas untuk mengikuti pelatihan mutu dosen mata kuliah bahasa arab. Diantaranya tutornya adalah professor bahasa arab dari Mesir.   Aku jadi banyak berbincang dengan beliau tentang Mesir.Dalam pelatihan aku juga berkenalan dengan Pak Qalyubi, seorang dosen bahasa arab dari Medan. Dia menempuh S1-nya di Mesir. Dia menceritakan satu pengalaman hidup yang menurutnya pahit dan terlanjur dijalani. “Apakah kamu sudah menikah?” kata Pak Qalyubi. “Alhamdulillah, sudah” jawabku. ” Dengan orang mana?. ” Orang Jawa”. ” Pasti orang yang baik ya. Iya kan? Biasanya pulang dari Mesir banyak saudara yang menawarkan untuk menikah dengan perempuan shalehah. Paling tidak santriwati, lulusan pesantren. Istrimu dari pesantren?”. “Pernah, alhamdulillah dia sarjana dan hafal Al Quran”. “Kau sangat beruntung, tidak sepertiku”. ” Kenapa dengan Bapak?” ” Aku melakukan langkah yang salah, seandainya aku tidak menikah dengan orang Mesir itu, tentu batinku tidak merana seperti sekarang”. ” Bagaimana itu bisa terjadi?”. ” Kamu tentu tahu kan gadis Mesir itu cantik-cantik, dan karena terpesona dengan kecantikanya saya menderita seperti ini. Ceritanya begini, Saya seorang anak tunggal dari seorang yang kaya, saya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tua. Disana saya bersama kakak kelas namanya Fadhil, orang Medan juga. Seiring dengan berjalannya waktu, tahun pertama saya lulus dengan predikat jayyid, predikat yang cukup sulit bagi pelajar dari Indonesia. Demikian juga dengan tahun kedua. Karena prestasi saya, tuan rumah tempat saya tinggal menyukai saya. Saya dikenalkan dengan anak gadisnya yang bernama Yasmin. Dia tidak pakai jilbab. Pada pandangan pertama saya jatuh cinta, saya belum pernah melihat gadis secantik itu. Saya bersumpah tidak akan menikah dengan siapapun kecuali dia. Ternyata perasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta saya didengar oleh Fadhil. Fadhil membuat garis tegas, akhiri hubungan dengan anak tuan rumah itu atau sekalian lanjutkan dengan menikahinya. Saya memilih yang kedua. Ketika saya menikahi Yasmin, banyak teman-teman yang memberi masukan begini, sama-sama menikah dengan gadis Mesir, kenapa tidak mencari mahasiswi Al Azhar yang hafal Al Quran, salehah, dan berjilbab. Itu lebih selamat dari pada dengan Yasmin yang awam pengetahuan agamanya. Tetapi saya tetap teguh untuk menikahinya. Dengan biaya yang tinggi saya berhasil menikahi Yasmin. Yasmin menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis Mesir. Perabot rumah yang mewah, menginap di hotel berbintang. Begitu selesai S1 saya kembali ke Medan, saya minta agar asset yang di Mesir dijual untuk modal di Indonesia. Kami langsung membeli rumah yang cukup mewah di kota Medan. Tahun-tahun pertama hidup kami berjalan baik, setiap tahunnya Yasmin mengajak ke Mesir menengok orang tuanya. Aku masih bisa memenuhi semua yang diinginkan Yasmin. Bisnis saya mulai bangkit, Yasmin mulai berulah, dia mengajak ke Mesir. Waktu di Mesir itulah puncak tragedy yang menyakitkan. ” Aku menyesal menikah dengan orang Indonesia, aku minta kau ceraikan aku, aku tidak bisa bahagia kecuali dengan lelaki Mesir”. Kata Yasmin yang bagaikan geledek menyambar. Lalu tanpa dosa dia bercerita bahwa tadi di KBRI dia bertemu dengan temannya. Teman lamanya itu sudah jadi bisnisman, dan istrinya sudah meninggal. Yasmin diajak makan siang, dan dilanjutkan dengan perselingkuhan. Aku pukul dia karena tak bisa menahan diri. Atas tindakan itu saya dilaporkan ke polisi. Yang menyakitkan adalah tak satupun keluarganya yang membelaku. Rupanya selama ini Yasmin sering mengirim surat yang berisi berita bohong. Sejak saat itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu saya mendapat surat cerai dari Mesir sekaligus mendapat salinan surat nikah Yasmin dengann temannya. Hati saya sangat sakit, ketika si sulung menggigau meminta ibunya pulang”. Mendengar cerita Pak Qulyubi membuatku terisak-isak. Perjalanan hidupnya menyadarkanku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnya terbayang dimataku, tak terasa sudah dua bulan aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada kerinduan yang menyelinap dihati. Dia istri yang sangat shalehah. Tidak pernah meminta apapun. Bahkan yang keluar adalah pengabdian dan pengorbanan. Hanya karena kemurahan Allah aku mendapatkan istri seperti dia. Meskipun hatiku belum terbuka lebar, tetapi wajah Raihana telah menyala didindingnya. Apa yang sedang dilakukan Raihana sekarang? Bagaimana kandungannya? Sudah delapan bulan. Sebentar lagi melahirkan. Aku jadi teringat pesannya. Dia ingin agar aku mencairkan tabungannya. Pulang dari pelatihan, aku menyempatkan ke took baju muslim, aku ingin membelikannya untuk Raihana, juga daster, dan pakaian bayi.  Aku ingin memberikan kejutan, agar dia tersenyum menyambut   kedatanganku. Aku tidak langsung ke rumah mertua, tetapi ke kontrakan untuk mengambil uang tabungan, yang disimpan dibawah bantal. Dibawah kasur itu kutemukan kertas merah jambu. Hatiku berdesir, darahku terkesiap. Surat cinta siapa ini, rasanya aku belum pernah membuat surat cinta untuk istriku. Jangan-jangan ini surat cinta istriku dengan lelaki lain. Gila! Jangan-jangan istriku serong. Dengan rasa takut kubaca surat  itu satu persatu. Dan Rabbi ternyata surat-surat itu adalah ungkapan hati Raihana yang selama ini aku zhalimi. Ia menulis, betapa ia mati-matian mencintaiku, meredam rindunya akan belaianku. Ia menguatkan diri untuk menahan nestapa dan derita yang luar biasa. Hanya Allah lah tempat ia meratap melabuhkan dukanya. Dan ya .. Allah, ia tetap setia memanjatkan doa untuk kebaikan suaminya. Dan betapa dia ingin hadirnya cinta sejati dariku. “Rabbi dengan penuh kesyukuran, hamba bersimpuh dihadapan-Mu. Lakal hamdu ya Rabb. Telah muliakan hamba dengan Al Quran. Kalaulah bukan karena karunia-Mu yang agung ini, niscaya hamba sudah terperosok kedalam jurang kenistaan. Ya Rabbi, curahkan tambahan kesabaran dalam diri hamba” tulis Raihana. Dalam akhir tulisannya Raihana berdoa
 ” Ya Allah inilah hamba-Mu yang kerdil penuh noda dan dosa kembali datang mengetuk pintumu, melabuhkan derita jiwa ini kehadirat-Mu. Ya Allah sudah tujuh bulan ini hamba-Mu ini hamil penuh derita dan kepayahan. Namun kenapa begitu tega suami hamba tak mempedulikanku dan menelantarkanku. Masih kurang apa rasa cinta hamba padanya. Masih kurang apa kesetiaanku padanya. Masih kurang apa baktiku padanya? Ya Allah, jika memang masih ada yang kurang, ilhamkanlah pada hamba-Mu ini cara berakhlak yang lebih mulia lagi pada suamiku. Ya Allah, dengan rahmatMu hamba mohon jangan murkai dia karena kelalaiannya. Cukup hamba saja yang menderita. Maafkanlah dia, dengan penuh cinta hamba masih tetap menyayanginya. Ya Allah berilah hamba kekuatan untuk tetap berbakti dan memuliakannya. Ya Allah, Engkau maha Tahu bahwa hamba sangat mencintainya karena-Mu. Sampaikanlah rasa cinta ini kepadanya dengan cara-Mu. Tegurlah dia dengan teguran-Mu. Ya Allah dengarkanlah doa hamba-Mu ini. Tiada Tuhan yang layak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau”. 
Tak terasa air mataku mengalir, dadaku terasa sesak oleh rasa haru yang luar biasa. Tangisku meledak. Dalam tangisku semua kebaikan Raihana terbayang. Wajahnya yang baby face dan teduh, pengorbanan dan pengabdiannya yang tiada putusnya, suaranya yang lembut, tanganya yang halus bersimpuh memeluk kakiku, semuanya terbayang mengalirkan perasaan haru dan cinta. Dalam keharuan terasa ada angina sejuk yang turun dari langit dan merasuk dalam jiwaku. Seketika itu pesona Cleopatra telah memudar berganti cinta Raihana yang datang di hati. Rasa sayang dan cinta pada Raihan tiba-tiba begitu kuat mengakar dalam hatiku. Cahaya Raihana terus berkilat-kilat dimata. Aku tiba-tiba begitu merindukannya. Segera kukejar waktu untuk membagi cintaku dengan Raihana. Kukebut kendaraanku. Kupacu kencang seiring dengan air mataku yang menetes sepanjang jalan. Begitu sampai di halaman rumah mertua, nyaris tangisku meledak. Kutahan dengan nafas panjang dan kuusap air mataku. Melihat kedatanganku, ibu mertuaku memelukku dan menangis tersedu-sedu. Aku jadi heran dan ikut menangis. ” Mana Raihana Bu?”. Ibu mertua hanya menangis dan menangis. Aku terus bertanya apa sebenarnya yang telah terjadi. ” Raihana istrimu..istrimu dan anakmu yang dikandungnya”. ” Ada apa dengan dia”. ” Dia telah tiada”. ” Ibu berkata apa!”. ” Istrimu telah meninggal seminggu yang lalu. Dia terjatuh di kamar mandi. Kami membawanya ke rumah sakit. Dia dan bayinya tidak selamat. Sebelum meninggal, dia berpesan untuk memintakan maaf atas segala kekurangan dan kekhilafannya selama menyertaimu.  Dia meminta maaf karena tidak bisa membuatmu bahagia. Dia meminta maaf telah dengan tidak sengaja membuatmu menderita. Dia minta kau meridhionya”.
Hatiku bergetar hebat. ” Kenapa ibu tidak memberi kabar padaku?”. “ Ketika Raihana dibawa ke rumah sakit, aku telah mengutus seseorang untuk menjemputmu di rumah kontrakan, tapi kamu tidak ada. Dihubungi ke kampus katanya kamu sedang mengikuti pelatihan. Kami tidak ingin mengganggumu. Apalagi Raihana berpesan agar kami tidak mengganggu   ketenanganmu selama pelatihan. Dan ketika Raihana meninggal kami sangat sedih, Jadi maafkanlah kami”. Aku menangis tersedu-sedu. Hatiku pilu. Jiwaku remuk. Ketika aku merasakan cinta Raihana, dia telah tiada. Ketika aku ingin menebus dosaku, dia telah meninggalkanku. Ketika aku ingin memuliakannya dia telah tiada. Dia telah meninggalkan aku tanpa memberi kesempatan padaku untuk sekedar minta maaf dan tersenyum padanya. Tuhan telah menghukumku dengan penyesalan dan perasaan bersalah tiada terkira. Ibu mertua mengajakku ke sebuah gundukan tanah yang masih baru dikuburan pinggir desa. Diatas gundukan itu ada dua buah batu nisan. Nama dan hari wafat Raihana tertulis disana. Aku tak kuat menahan rasa cinta, haru, rindu dan penyesalan yang luar biasa. Aku ingin Raihana hidup kembali. Dunia tiba-tiba gelap semua.



 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Up!


 Up adalah sebuah film kartun anak-anak tapi dengan alur cerita orang dewasa, punya karakter kuat di masing-masing tokoh, lucu dan menyentuh. Dan satu hal lagi it's the most romantic movie you know?! kalian harus nonton.. harus..!


UP mengisahkan tentang Carl dan Ellie, mereka ketemu pertama kali waktu kecil, di sebuah rumah tua yang dijadikan Ellie sebagai club housenya. Ini yang bikin nyentuh banget, Carl dan Ellie bersahabat, remaja, tumbuh dan tua bersama.


ketika Ellie dan Carl beranjak dewasa dan menikah. mereka masih menyimpan mimpi untuk pergi ke Paradise Fall dan berpetualang. Carl sehari-hari hanya berjualan balon, penghasilan pun tak seberapa tapi hidup Carl dan Ellie tetap bahagia,sampai suatu ketika mereka mendapati kenyataan bahwa Ellie tidak bisa punya anak, tapi itu bukan suatu alasan Carl berpaling dari Ellie. Carl tetap setia mendampingi Ellie hingga ajal menjemput Ellie...








 



Kesetiaan merupakan sifat yg paling suci dari hati manusia. Nikmatilah hidup kamu dengan melakukan hal – hal kecil, karena suatu saat nanti jika menoleh ke belakang, ternyata hal – hal kecil itu tidak kecil.
( Robert Brault)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Aku melihatnya...!

20 November 2011




Malam tadi...!
Apa sebenarnya yang ingin kau katakan padaku lewat temanmu yang ia sampaikan pada teman ku?
Aku melihatnya..!
Kenapa harus temanku?
Langsung katakan saja padaku..!
Apa itu sebuah berita buruk?

Malam tadi...!
Tampak jelas diwajah itu, yang ia sampaikan pada teman ku.
Kata demi kata dengan raut wajah yang tak begitu senang.
Apa itu sebuah berita buruk?
Langsung katakan saja padaku..!
Aku melihatnya..!
Tapi tak mau meyakininya.

Malam tadi...!
Aku tidak memahami suasana malam tadi.
Apa sebenarnya yang ingin kau katakan padaku?
Atau hanya sekedar pertanda bahwasemua cukup sampai disini saja!
Tidak ada cerita untuk selanjutnya, atau bahkan cukup! berhentilah memikirkan ku!
Apa benar begitu?
Aku melihatnya..!
Tapi tak begitu memahaminya.

Malam tadi...!
suasana sunyi malam tadi.
Aku mencoba menerka gerak-gerik lincah bibir si pembawa berita.
Yang ia sampaikan pada temanku.
Aku begitu penasaran, apa yang ia sampaikan pada temanku.
Aku melihatnya...!

Apa itu berita buruk?
Atau sebaliknya?, entahlah...!
Aku tak menafsirkan itu sebaliknya, karna raut wajah si pembawa berita kelihatan tak begitu senang.
Aku tak berani menafsirkan itu sebaliknya.
ya.... aku melihatnya...!

Malam tadi...!
malam yang semakin larut.
Sebuah konferensi singkat si pembawa dan penerima berita telah usai.
Aku begitu penasaran.
Apa itu sebuah berita buruk?
Ketika hendak ku tanyakan pada temanku aku terjaga...!
Aku terjaga dari tidur panjang ku.

Bunga tidur itu...!
Begitu sangat menyesakkan.
Kenapa harus temanku?
Langsung katakan saja padaku...!
Apa itu sebuah berita buruk?

Sampai detik ini aku tak begitu memahaminya
Apa sebenarnya yang ingin kau sampaikan lewat temanmu itu
Langsung katakan saja padak...!
Apa itu sebuah berita buruk?
EntahLah...!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments