RSS
"Learn from the past, live ardently for today, and keep having work for future". Fighting!! ^^

Pudarnya Pesona Cleopatra

Pudarnya Pesona Cleopatra merupakan novel psikologi islam pembangun jiwa, karangan penulis novel BEST SELLER 'AYAT-AYAT CINTA alias Habiburrahman El Shirazy alias Kang Abik ^^
novel kang Abik yang satu ini sudah saya incer sejak zaman Siti Nurbaya masih polos sampai ke zaman boy dan girl band pada jingkrak-jingkrak(huehuehue), dan alhamdulillah tanggal 4 Maret 2012 kemaren akhirnya ke beli juga tuh novel di cetakannya yang ke XXI, mei 2011 (parah T.T).
Satu hal yang saya yakini, kami (saya dan novel) berjodoh! ya.. kami berjodoh! :) <--- (peralihan remaja alay menuju orang dewasa labil) hahahahah...

Dengan izin Allah dan izin Kang Abik (insyaAllah :D) saya hendak membuat resensi novel yang juga insyaAllah membawa manfaat bagi kita semua (hahaii... Alay nya kambuh :D)

beli pisang rasanya manis
kepala benjol gara-gara kejedot
hei kalian para bujang gadis
yuk mari cekidoott! :D



Judul    : Pudarnya Pesona Cleopatra
Penulis : Habiburrahman El Shirazy
Cetakan : XXI, Mei 2011
Penerbit : Republika
Halaman : x+ 110 halaman 20,5 x 13,5 cm
Harga : Rp. 25.000,00








Ringkasan Cerita
Dengan panjang lebar ibu menjelaskan,sebenarnya sejak ada di dalam kandungan aku telah dijodohkan dengan Raihana  yang tak pernah ku kenal itu. "Ibunya Raihana adalah teman karib ibu waktu nyantri di Mangkuyuban solo dulu," kata ibu."Kami pernah berjanji, jika dikaruniai anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh tali persaudaraan. Karena itu anak ku, ibu mohon keikhlasan mu. "Mbak Raihana itu baik kok kak. Dia ramah, halus budi, sarjana, pendidikan, penyabar baerjilbab dan hafal Alquran lagi. Pokoknya cocok deh buat kakak", komentar adikku, si Aida tentang calon isteriku. Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku menuruti keinginan ibu. aku tak mau mengecewakan ibu. Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Yang jelas, aku sudah punya kriteria dan impian tersendiri untuk calon isteriku. Namun aku tidak bisa berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai itu. Saat khitbah sekilas kutatap wajah Raihana, dan benar kata si Aida, ia memang baby face dan lumayan anggun. Namun garis-garis kecantikan yang kuimpikan tak ku temukan sama sekali. Adikku, ibuku, sanak keluargaku semuanya mengakui Raihana cantik. Tapi seleraku lain . Entah mengapa. Apakah mungkin karena aku telah begitu hanyut dengan citra gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra yang tinggi semampai? yang berwajah putih jelita dengan hidung melengkung indah, mata bulat bening khas arab, dan bibir merah halus menawan. Aku heran, kenapa aku jadi begini?. Dihari-hari menjelang akad nikah, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku pada calon isteriku, tetapi usahaku selalu saja sia-sia. Aku meratapi nasibku dalam derita yang tertahan. ingin aku memberontak pada ibu. Tapi teduh wajahnya selalumembuatku luluh. Hari pernikahan itu datng. aku datang seumpama tawanan yang digiring ke tiang gantungan. Lalu duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa, tanpa cinta. Kulihat Raihana tersenyum manis, tapi hatiku teriris-iris dan jiwaku meronta-ronta. Layaknya pengantin baru, tujuh hari pertama kupaksahatiku untuk memuliakan Raihana sebisanya. Kupaksa untuk mesra, bukan karena cinta. Sungguh bukan karena aku mencintainya. Tepat dua bulan setelah pernikahan, kubawa Raihana ke rumah kontrakan di pinggir kota Malang. Oh, betapa susah hidup berkeluarga tanpa cinta. Makan, minum, tidur dan sholat bersama makhluk yang bernama Raihana, isteriku. Memasuki bulan keempat, rasa muak hidup bersama Raihana mulai kurasakan. Sikapku pada Raihana mulai terasa lain. Aku lebih banyak diam, acuh tak acuh, agak sinis dan tidur pun lebih banyak di rung kerja atau di ruang tamu. Aku merasa hidupku sia-sia. Belajarku lima tahun diluar negeri sia-sia. Pernikahan ku sia-sia. Bacaan Alquran Raihana tak menyentuh hati dan perasaan.Kelihatannya tidak hanya aku yang tersisksa dengan keadaan tidak sehat ini. Raihana mugkin merasakan hal yang sama. Ia mencari-cari kejelasan apa yang sebenarnya terjadi pad diriku. Tetapi selalu saja kujawab, "Tidak ada apa-apa kok mbak, mungkin aku belum dewasa! Aku mungkin msih harus belajar berumah tangga, Mbak!". "Kenapa Mas memanggilku "Mbak"? aku kan isteri mas. Apakah Mas tidak mencintaiku?" Tanyanya dengan  gurat sedih tampak diwajahnya. "Wallahu a'lam!" jawabku sekenanya. Dan dengan mata berkaca-kaca Raihana diam, menunduk, tak lama kemudian dia menangis terisak-isak sambil memeluk kedua kakiku ."Kalau mas tidak mencintaiku, tidak menerimaku sebagai isteri kenapa mas ucapkan akad nikah itu? kalau dalam tingkahku dalam melayani mas ada yang kurang kenapa mas tidak bilang dan menegurnya. Raihana mengiba penuh pasrah. Namun, oh sungguh celaka! Aku tak merasakan apa-apa. Hari terus berjalan dan komunikasi kami tidak berjalan. Kami hidup seperti orang asingyang tidak saling kenal. Sampai suatu sore aku pulang dari mengajar dan kehujanan dijalan. Sampai di rumah habis maghrib. Bibirku biru mukaku pucat. Perutku belum kemasukan apa-apa kecuali segelas kopi buatan Raihana tadi pagi. "Mas tidak apa-apa kan?" tanya nya cemas sambil melepas jaket ku yang basah kuyub. "Mas mandi pakai air hangat saja ya. aku sedang menggodog air. Lanjutnya. Diluar hujan sedang lebat-lebatnya. Aku merasa perutku mulas sekali. Dan kepalaku agak pening. Aku yakin masuk angin. "Mas air hangatnya sudah siap" kata Raihana. Aku langsung masuk kamar mandi dan membersihkn badan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Aku lupa tidak bawa handuk. Selesai mandi Raihana telah berdiri di depan pintu kamar mandi dan memberikan handuk. Aku merasa rasa mulas dan mual dalam perutku tudak bisa kutahn. Dengan cepat aku lari ke kamar mandi. Dan aku muntah disana. Raihana mengejar dan memijit-mijit pundakku seperti yang dilakukan ibuku. "Mas masuk angin. Biasanya kalau masuk angin diobati pakai apa Mas. Balsem, minyak kayu putih atau pakai jamu?". tanya Raihana sambil menuntunku ke kamar. "Biasanya dikerokin". Lirihku. Aku seperti anak kecil yang dimanja ibunya. Raihana dengan sabar mengerokin punggungku dengan sentuhan yang halus. Kenyamanan mulai menjalar ke seluruh tubuhku. Raihana duduk di kursi tak jauh dariku. Ia khusyuk mengulang hafalan Alqurannya. Setelah peristiwa itu , aku mencoba bersikap lebih bersahabat pada Raihana. Aku berpura-pura kembali mesra padanya. Ya, jujur kukatakan aku hanya  berura-pura! sebab bukan atas dasar cinta dan kehendakku sendiri aku melakukannya. Allah maha kuasa. kepura-puraanku memuliakan Raihana sebagai isteri membuahkan hasil. Raihana hamil. Ia semakin manis. Sanak keluarga semuanya bergembira. Namun hatiku.. oh, hatiku menangis meratapi cintaku yang tak jua kunjung  tiba. Dan akhirnya datnglah hari itu. saat usia kehamilan Raihana memasuki bulan keenam., Raihana minta ijin untuk tinggal bersama kedua orang tuanyadengan alasan kesehatan. KUkabulkan permintaannya dan kuantarkan dia kesana. Ketika aku pamitan Raihana berpesan, "Mas, untuk menambah biaya persiapan kelahiran anak kita, tolong cairkan tabungan ku! ATM-nya ada di bawah kasur. Nomor pinnya adalah tanggal dan bulan pernikahan kita.!" Waktu terus berjalan dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saat aku pulang kehujanan. Aku merasa tubuhku benar-benar lemas. Saat itu terlintas di hati, andaikan ada Raihana. Lintasan Raihana hilang seiring keberangkatan mengajar di kampus. Apalagi aku mendapat tugas dari universitas untuk mengikuti pelatihan mutu dosen mata kuliah bahasa arab. Diantaranya tutornya adalah professor bahasa arab dari Mesir.   Aku jadi banyak berbincang dengan beliau tentang Mesir.Dalam pelatihan aku juga berkenalan dengan Pak Qalyubi, seorang dosen bahasa arab dari Medan. Dia menempuh S1-nya di Mesir. Dia menceritakan satu pengalaman hidup yang menurutnya pahit dan terlanjur dijalani. “Apakah kamu sudah menikah?” kata Pak Qalyubi. “Alhamdulillah, sudah” jawabku. ” Dengan orang mana?. ” Orang Jawa”. ” Pasti orang yang baik ya. Iya kan? Biasanya pulang dari Mesir banyak saudara yang menawarkan untuk menikah dengan perempuan shalehah. Paling tidak santriwati, lulusan pesantren. Istrimu dari pesantren?”. “Pernah, alhamdulillah dia sarjana dan hafal Al Quran”. “Kau sangat beruntung, tidak sepertiku”. ” Kenapa dengan Bapak?” ” Aku melakukan langkah yang salah, seandainya aku tidak menikah dengan orang Mesir itu, tentu batinku tidak merana seperti sekarang”. ” Bagaimana itu bisa terjadi?”. ” Kamu tentu tahu kan gadis Mesir itu cantik-cantik, dan karena terpesona dengan kecantikanya saya menderita seperti ini. Ceritanya begini, Saya seorang anak tunggal dari seorang yang kaya, saya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tua. Disana saya bersama kakak kelas namanya Fadhil, orang Medan juga. Seiring dengan berjalannya waktu, tahun pertama saya lulus dengan predikat jayyid, predikat yang cukup sulit bagi pelajar dari Indonesia. Demikian juga dengan tahun kedua. Karena prestasi saya, tuan rumah tempat saya tinggal menyukai saya. Saya dikenalkan dengan anak gadisnya yang bernama Yasmin. Dia tidak pakai jilbab. Pada pandangan pertama saya jatuh cinta, saya belum pernah melihat gadis secantik itu. Saya bersumpah tidak akan menikah dengan siapapun kecuali dia. Ternyata perasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta saya didengar oleh Fadhil. Fadhil membuat garis tegas, akhiri hubungan dengan anak tuan rumah itu atau sekalian lanjutkan dengan menikahinya. Saya memilih yang kedua. Ketika saya menikahi Yasmin, banyak teman-teman yang memberi masukan begini, sama-sama menikah dengan gadis Mesir, kenapa tidak mencari mahasiswi Al Azhar yang hafal Al Quran, salehah, dan berjilbab. Itu lebih selamat dari pada dengan Yasmin yang awam pengetahuan agamanya. Tetapi saya tetap teguh untuk menikahinya. Dengan biaya yang tinggi saya berhasil menikahi Yasmin. Yasmin menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis Mesir. Perabot rumah yang mewah, menginap di hotel berbintang. Begitu selesai S1 saya kembali ke Medan, saya minta agar asset yang di Mesir dijual untuk modal di Indonesia. Kami langsung membeli rumah yang cukup mewah di kota Medan. Tahun-tahun pertama hidup kami berjalan baik, setiap tahunnya Yasmin mengajak ke Mesir menengok orang tuanya. Aku masih bisa memenuhi semua yang diinginkan Yasmin. Bisnis saya mulai bangkit, Yasmin mulai berulah, dia mengajak ke Mesir. Waktu di Mesir itulah puncak tragedy yang menyakitkan. ” Aku menyesal menikah dengan orang Indonesia, aku minta kau ceraikan aku, aku tidak bisa bahagia kecuali dengan lelaki Mesir”. Kata Yasmin yang bagaikan geledek menyambar. Lalu tanpa dosa dia bercerita bahwa tadi di KBRI dia bertemu dengan temannya. Teman lamanya itu sudah jadi bisnisman, dan istrinya sudah meninggal. Yasmin diajak makan siang, dan dilanjutkan dengan perselingkuhan. Aku pukul dia karena tak bisa menahan diri. Atas tindakan itu saya dilaporkan ke polisi. Yang menyakitkan adalah tak satupun keluarganya yang membelaku. Rupanya selama ini Yasmin sering mengirim surat yang berisi berita bohong. Sejak saat itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu saya mendapat surat cerai dari Mesir sekaligus mendapat salinan surat nikah Yasmin dengann temannya. Hati saya sangat sakit, ketika si sulung menggigau meminta ibunya pulang”. Mendengar cerita Pak Qulyubi membuatku terisak-isak. Perjalanan hidupnya menyadarkanku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnya terbayang dimataku, tak terasa sudah dua bulan aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada kerinduan yang menyelinap dihati. Dia istri yang sangat shalehah. Tidak pernah meminta apapun. Bahkan yang keluar adalah pengabdian dan pengorbanan. Hanya karena kemurahan Allah aku mendapatkan istri seperti dia. Meskipun hatiku belum terbuka lebar, tetapi wajah Raihana telah menyala didindingnya. Apa yang sedang dilakukan Raihana sekarang? Bagaimana kandungannya? Sudah delapan bulan. Sebentar lagi melahirkan. Aku jadi teringat pesannya. Dia ingin agar aku mencairkan tabungannya. Pulang dari pelatihan, aku menyempatkan ke took baju muslim, aku ingin membelikannya untuk Raihana, juga daster, dan pakaian bayi.  Aku ingin memberikan kejutan, agar dia tersenyum menyambut   kedatanganku. Aku tidak langsung ke rumah mertua, tetapi ke kontrakan untuk mengambil uang tabungan, yang disimpan dibawah bantal. Dibawah kasur itu kutemukan kertas merah jambu. Hatiku berdesir, darahku terkesiap. Surat cinta siapa ini, rasanya aku belum pernah membuat surat cinta untuk istriku. Jangan-jangan ini surat cinta istriku dengan lelaki lain. Gila! Jangan-jangan istriku serong. Dengan rasa takut kubaca surat  itu satu persatu. Dan Rabbi ternyata surat-surat itu adalah ungkapan hati Raihana yang selama ini aku zhalimi. Ia menulis, betapa ia mati-matian mencintaiku, meredam rindunya akan belaianku. Ia menguatkan diri untuk menahan nestapa dan derita yang luar biasa. Hanya Allah lah tempat ia meratap melabuhkan dukanya. Dan ya .. Allah, ia tetap setia memanjatkan doa untuk kebaikan suaminya. Dan betapa dia ingin hadirnya cinta sejati dariku. “Rabbi dengan penuh kesyukuran, hamba bersimpuh dihadapan-Mu. Lakal hamdu ya Rabb. Telah muliakan hamba dengan Al Quran. Kalaulah bukan karena karunia-Mu yang agung ini, niscaya hamba sudah terperosok kedalam jurang kenistaan. Ya Rabbi, curahkan tambahan kesabaran dalam diri hamba” tulis Raihana. Dalam akhir tulisannya Raihana berdoa
 ” Ya Allah inilah hamba-Mu yang kerdil penuh noda dan dosa kembali datang mengetuk pintumu, melabuhkan derita jiwa ini kehadirat-Mu. Ya Allah sudah tujuh bulan ini hamba-Mu ini hamil penuh derita dan kepayahan. Namun kenapa begitu tega suami hamba tak mempedulikanku dan menelantarkanku. Masih kurang apa rasa cinta hamba padanya. Masih kurang apa kesetiaanku padanya. Masih kurang apa baktiku padanya? Ya Allah, jika memang masih ada yang kurang, ilhamkanlah pada hamba-Mu ini cara berakhlak yang lebih mulia lagi pada suamiku. Ya Allah, dengan rahmatMu hamba mohon jangan murkai dia karena kelalaiannya. Cukup hamba saja yang menderita. Maafkanlah dia, dengan penuh cinta hamba masih tetap menyayanginya. Ya Allah berilah hamba kekuatan untuk tetap berbakti dan memuliakannya. Ya Allah, Engkau maha Tahu bahwa hamba sangat mencintainya karena-Mu. Sampaikanlah rasa cinta ini kepadanya dengan cara-Mu. Tegurlah dia dengan teguran-Mu. Ya Allah dengarkanlah doa hamba-Mu ini. Tiada Tuhan yang layak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau”. 
Tak terasa air mataku mengalir, dadaku terasa sesak oleh rasa haru yang luar biasa. Tangisku meledak. Dalam tangisku semua kebaikan Raihana terbayang. Wajahnya yang baby face dan teduh, pengorbanan dan pengabdiannya yang tiada putusnya, suaranya yang lembut, tanganya yang halus bersimpuh memeluk kakiku, semuanya terbayang mengalirkan perasaan haru dan cinta. Dalam keharuan terasa ada angina sejuk yang turun dari langit dan merasuk dalam jiwaku. Seketika itu pesona Cleopatra telah memudar berganti cinta Raihana yang datang di hati. Rasa sayang dan cinta pada Raihan tiba-tiba begitu kuat mengakar dalam hatiku. Cahaya Raihana terus berkilat-kilat dimata. Aku tiba-tiba begitu merindukannya. Segera kukejar waktu untuk membagi cintaku dengan Raihana. Kukebut kendaraanku. Kupacu kencang seiring dengan air mataku yang menetes sepanjang jalan. Begitu sampai di halaman rumah mertua, nyaris tangisku meledak. Kutahan dengan nafas panjang dan kuusap air mataku. Melihat kedatanganku, ibu mertuaku memelukku dan menangis tersedu-sedu. Aku jadi heran dan ikut menangis. ” Mana Raihana Bu?”. Ibu mertua hanya menangis dan menangis. Aku terus bertanya apa sebenarnya yang telah terjadi. ” Raihana istrimu..istrimu dan anakmu yang dikandungnya”. ” Ada apa dengan dia”. ” Dia telah tiada”. ” Ibu berkata apa!”. ” Istrimu telah meninggal seminggu yang lalu. Dia terjatuh di kamar mandi. Kami membawanya ke rumah sakit. Dia dan bayinya tidak selamat. Sebelum meninggal, dia berpesan untuk memintakan maaf atas segala kekurangan dan kekhilafannya selama menyertaimu.  Dia meminta maaf karena tidak bisa membuatmu bahagia. Dia meminta maaf telah dengan tidak sengaja membuatmu menderita. Dia minta kau meridhionya”.
Hatiku bergetar hebat. ” Kenapa ibu tidak memberi kabar padaku?”. “ Ketika Raihana dibawa ke rumah sakit, aku telah mengutus seseorang untuk menjemputmu di rumah kontrakan, tapi kamu tidak ada. Dihubungi ke kampus katanya kamu sedang mengikuti pelatihan. Kami tidak ingin mengganggumu. Apalagi Raihana berpesan agar kami tidak mengganggu   ketenanganmu selama pelatihan. Dan ketika Raihana meninggal kami sangat sedih, Jadi maafkanlah kami”. Aku menangis tersedu-sedu. Hatiku pilu. Jiwaku remuk. Ketika aku merasakan cinta Raihana, dia telah tiada. Ketika aku ingin menebus dosaku, dia telah meninggalkanku. Ketika aku ingin memuliakannya dia telah tiada. Dia telah meninggalkan aku tanpa memberi kesempatan padaku untuk sekedar minta maaf dan tersenyum padanya. Tuhan telah menghukumku dengan penyesalan dan perasaan bersalah tiada terkira. Ibu mertua mengajakku ke sebuah gundukan tanah yang masih baru dikuburan pinggir desa. Diatas gundukan itu ada dua buah batu nisan. Nama dan hari wafat Raihana tertulis disana. Aku tak kuat menahan rasa cinta, haru, rindu dan penyesalan yang luar biasa. Aku ingin Raihana hidup kembali. Dunia tiba-tiba gelap semua.



 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar